The Conversation
09 Jul 2025, 06:11 GMT+10
Istilah psikologi kerap digunakan sembarangan karena rendahnya literasi kesehatan mental masyarakat.
Terminologi kesehatan mental menjadi bergeser maknanya, disimplifikasi, dan disalahgunakan tanpa konteks yang tepat.
Fenomena ini berbahaya karena bisa meningkatkan praktik 'self-diagnose' dan stigma terhadap penyintas.
"Duh, gue depresi nih gara-gara tugas numpuk."
Celetukan sejenis ini mungkin pernah kita dengarkan di sekolah, tempat kerja, atau media sosial. Sayangnya, istilah-istilah kesehatan mental seperti depresi, anxiety, dan trauma kini sering disalahgunakan tanpa konteks yang tepat.
Banyak orang menyalahgunakan istilah kesehatan mental karena sekadar mengadaptasi istilah yang sedang populer di media sosial, tanpa dilandasi dengan literasi kesehatan mental yang baik.
Fenomena ini layaknya menggunakan istilah penyakit medis-seperti kanker, diabetes, atau tuberkulosis-untuk mencap kondisi sehari-hari.
Selain tidak tepat, pergeseran istilah kesehatan mental justru berbahaya karena berisiko mendorong seseorang melakukan self-diagnose (mendiagnosis diri sendiri tanpa bantuan profesional) dan meningkatkan stigma terhadap penyintas.
Dalam lima tahun terakhir, kesadaran masyarakat (terutama kaum muda Milenial dan Gen Z) mengenai kesehatan mental meningkat pesat. Salah satunya disebabkan oleh kian maraknya pembahasan seputar kesehatan mental di media sosial.
Sayangnya, meningkatnya kesadaran kesehatan mental kaum muda tidak diiringi dengan peningkatan literasi kesehatan mental yang memadai. Akibatnya, banyak kaum muda tidak bisa membedakan antara perubahan suasana hati biasa dengan gangguan mental serius.
Menurut penelitian tahun 2024 dalam Australasian Psychiatry, hal ini menimbulkan fenomena yang disebut sebagai concept creep, yaitu pergeseran makna dari istilah-istilah kesehatan mental akibat digunakan dalam konteks sehari-hari.
Fenomena yang juga marak terjadi di Indonesia ini menyebabkan banyak istilah kesehatan mental bergeser maknanya, disimplifikasi, dan digunakan untuk mendiagnosis diri secara berlebihan tanpa konteks yang tepat.
Contohnya, depresi dimaknai sebagai perasaan sedih atau tertekan sesaat. Padahal kondisi gangguan mental tidak sesederhana itu.
Menurut ICD-10 (klasifikasi statistik mengenai masalah kesehatan) dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), gangguan mental terjadi ketika seseorang mengalami sejumlah gejala psikologis berulang yang memengaruhi cara berpikir dan berperilaku mereka.
Gejala ini biasanya terjadi selama 2 minggu - 1 bulan dan bisa berdampak buruk terhadap kehidupan pengidapnya.
Meski begitu, orang dengan tanda-tanda depresi, misalnya, belum tentu mengalami depresi secara klinis. Diperlukan diagnosis lanjutan yang hanya bisa dilakukan oleh profesional (psikolog/psikiater).
Ada banyak istilah kesehatan mental yang mengalami pergeseran makna di masyarakat. Istilah-istilah ini digunakan untuk menggambarkan kondisi atau suasana hati sehari-hari, berikut beberapa contohnya:
1. "Habis liburan malah kerja lagi, autodepresi gue."
Istilah depresi kini banyak disalahgunakan untuk mengklaim perasaan sedih atau tertekan sesaat.
Padahal depresi sebenarnya merupakan gangguan suasana hati berupa perasaan sedih mendalam, putus asa, dan kehilangan minat terhadap hal-hal yang disukai hingga mengganggu aktivitas sehari-hari.
Read more: 1 dari 3 kaum muda rentan kena gangguan mental, tapi kenapa sedikit yang ke psikolog?
2. "Dengar kata 'ujian', aku langsung anxiety parah!"
Anxiety merupakan rasa cemas yang kadang tak rasional, menetap, melemahkan pengidapnya, bisa semakin memburuk, dan sulit dikendalikan. Kondisi ini mengganggu kehidupan sehari-hari.
Sayangnya, istilah anxiety kini banyak disalahgunakan untuk menggambarkan perasaan cemas biasa.
3."Dia OCD banget anaknya, paling enggak bisa lihat meja berantakan."
Gangguan obsesif-kompulsif (OCD) merupakan masalah mental yang memicu pengidapnya melakukan tindakan berulang-ulang demi mengurangi kecemasan dalam pikiran. Contoh OCD adalah mandi atau mencuci tangan berulang-ulang sampai lecet karena takut tertular penyakit.
Jadi, orang yang cara kerjanya rapi dan perfeksionis tidak lantas serta merta bisa disebut OCD.
4. "Gue trauma deh ke kafe itu, makanannya enggak enak."
Istilah trauma kini banyak digunakan untuk menggambarkan rasa takut biasa atau jijik terhadap sesuatu.
Padahal, trauma merupakan kondisi ketika tubuhmu mengalami respons emosional yang menyebabkan ketidakberdayaan setelah melihat peristiwa mengerikan (seperti kecelakaan, pemerkosaan, atau bencana alam).
Contoh respons emosionalnya, seperti sakit kepala, jantung berdebar, gangguan pencernaan, kecemasan berlebihan, dan sulit mengatasi perasaan sendiri.
5. Ih dia mah autis banget, main HP mulu enggak peduli sekitar.
Selain isu kesehatan mental, kondisi neurologis juga jadi sasaran pergeseran. Autisme merupakan gangguan perilaku dan interaksi sosial akibat kelainan perkembangan saraf otak. Kondisi ini menyebabkan pengidapnya sulit berkomunikasi, berhubungan sosial, dan belajar.
Sayangnya, istilah autis kini banyak disalahgunakan untuk menyebut seseorang yang asyik sendiri dengan aktivitasnya. Autisme juga disalahgunakan sebagai bahan ejekan buat seseorang yang memiliki pemikiran dan kebiasaan berbeda dengan orang umumnya.
Pergeseran istilah kesehatan mental berisiko menimbulkan bias, berupa kecenderungan masyarakat untuk melabeli banyak hal sebagai gangguan mental.
Kondisi ini bisa menimbulkan sejumlah dampak buruk, di antaranya:
1. Menghambat keseharian
Banyak orang menganggap dirinya punya gangguan mental, padahal tidak didiagnosis oleh profesional. Kondisi ini diperparah oleh banyaknya pengguna medsos yang menjadikan kreator konten nonprofesionanal (tanpa latar psikologi/psikiatri) sebagai rujukan.
Praktik self-diagnose dan mispersepsi terhadap kondisi sesungguhnya pun meningkat.
Karena tidak menerima diagnosis dan terapi pengobatan yang tepat, pemahaman keliru ini justru bisa menutup potensi diri kamu untuk menjalani hidup yang normal dan sembuh lebih dini dari reaksi emosional biasa.
2. Dari yang tadinya tidak sakit, menjadi sakit
Mengklaim diri punya gangguan mental (padahal tidak secara klinis) justru bisa membuat kamu menjadi sakit. Pasalnya, kamu akan cenderung melakukan tindakan yang memperparah gejala, seperti mengasingkan diri, menghindari aktivitas sosial, dan menjalani hidup dalam ketakutan.
3. Permintaan diagnosis profesional tanpa dasar kuat
Self-diagnose berlebihan bisa bikin kamu salah mengidentifikasi masalah diri. Kondisi ini juga bisa membuat terapis sekadar "mengiyakan" diagnosis diri kamu, demi mempermudah akses perawatan, bukan karena kebutuhan klinis.
4. Stigma menjamur
Pergeseran istilah kesehatan mental justru bisa menimbulkan kesalahpahaman, sehingga masyarakat menyepelekan betapa seriusnya kondisi ini dan meremehkan penyintas.
Akibatnya, stigma terhadap gangguan mental pun menjamur, dan orang yang benar-benar membutuhkan pertolongan enggan mencari bantuan, contohnya:
"Depresi itu cuma perasaan sedih biasa, bukan penyakit serius."
Tak semua kesedihan adalah depresi, dan tak semua rasa cemas adalah gangguan kecemasan. Kita perlu belajar membedakan antara reaksi emosional dengan gangguan mental agar tidak keliru mendiagnosis diri sendiri dan memperburuk stigma.
Perkuat literasi kesehatan mental dan periksa kembali keakuratan informasi yang diterima. Lakukan verifikasi melalui sumber tepercaya, seperti jurnal ilmiah, lembaga kesehatan yang legit, serta penjelasan psikolog/psikiater.
Memiliki literasi kesehatan mental yang tepat dan memadai akan membuat kita lebih peka dalam mengenali tanda-tanda gangguan mental. Selain itu, kita akan lebih berhati-hati dalam menyikapi kondisi mental dan tidak sembarangan pakai istilah kesehatan mental.
Menurut studi tahun 2024 dalam jurnal Frontiers, literasi kesehatan mental yang tinggi akan memperbesar kecenderungan seseorang untuk mencari bantuan profesional.
Read more: Empat cara untuk berhenti memikirkan kemungkinan terburuk saat kamu sedang stress
Hal yang tak kalah penting adalah hindari mendiagnosis diri sendiri, bahkan jika kita memiliki literasi kesehatan mental yang baik sekalipun. Ingat, hanya psikolog/psikiater yang boleh mendiagnosis, serta memberikan terapi pengobatan terkait gangguan mental.
Jika kamu mengalami tanda-tanda yang mengarah ke gangguan mental, segera hubungi profesional agar mendapatkan penanganan yang tepat.
Aditya Prasanda, Editor Kesehatan The Conversation Indonesia, turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Get a daily dose of Massachusetts Sun news through our daily email, its complimentary and keeps you fully up to date with world and business news as well.
Publish news of your business, community or sports group, personnel appointments, major event and more by submitting a news release to Massachusetts Sun.
More InformationDHARAMSHALA, India: The Dalai Lama turned 90 on July 6, celebrated by thousands of followers in the Himalayan town of Dharamshala,...
ZAGREB, Croatia: A massive concert by popular Croatian singer Marko Perković, known by his stage name Thompson, has drawn widespread...
WASHINGTON, D.C.: Elon Musk's entry into the political arena is drawing pushback from top U.S. officials and investors, as his decision...
CULVER CITY, California: TikTok is preparing to roll out a separate version of its app for U.S. users, as efforts to secure a sale...
WASHINGTON, D.C.: President Donald Trump claimed he was unaware that the term shylock is regarded as antisemitic when he used it in...
PARIS, France: A strike by French air traffic controllers demanding improved working conditions caused significant disruptions during...
OTTAWA, Canada: With Canada Post struggling to maintain operations amid labour unrest, rivals like FedEx and UPS are stepping in to...
NEW YORK, New York - U.S. and global markets showed a mixed performance in Tuesday's trading session, with some indices edging higher...
PARIS, France: French military and intelligence officials have accused China of orchestrating a covert campaign to damage the reputation...
NEW DELHI, India: Birkenstock is stepping up its efforts to protect its iconic sandals in India, as local legal representatives conducted...
HONG KONG: China has fired back at the European Union in an escalating trade dispute by imposing new restrictions on medical device...
NEW YORK, New York - Monday's trading session saw mixed performances across U.S. and global markets, with several major indices posting...